Minggu, 08 Mei 2011

Membangun Bisnis Tak Harus Modal Besar


Bisnis tak harus didukung oleh modal yang kuat. Kemauan dan kerja keras bias menjadi modal untuk berbisnis.

Begitulah pengalaman pemilik J-Bangunan,Michael Wi. Bisnisnya bergerak di bidang penjualan vahan bangunan,supplier,dan penyedia jasa konstruksi gedung,ruko,dan rumah-rumah mewah. Dia memadukan sector-sektor usahanya untuk menghasilkan nilai tambah.

“Saya bergerak dari modal yang sangat minim. Dengan modal itu,saya termotivasi untuk menghasilkan yang labih baik melalui kerja keras”,kata Michael.

Dia adalah salah satu dari banyak pengusaha sukses yang memulai usahanya dari modal kecil. Dia berusaha sendiri,meskipun dia berasal dari keluarga pengusaha. “Keluarga saya terutama istri sangat mendukung pekerjaan saya. Karena memang saya suka mandiri dan turun langsung ke lapangan untuk mencapai apa yang saya inginkan”,katanya.

Bangun Kepercayaan

Meski mendapat pengakuan dari banyak pengusaha properti,Michael tidak pernah membanggakan diri. Dia selalu merasa bahwa kualitas pekerjaan baik yang dia hasilkan memang seharusnya seperti itu.
“Saya tidak suka membangga-banggakan diri. Biarkan orang bercerita mengenai mutu dari sebuah pekerjaan yang dirampungkan karyawan saya,” katanya.

Michael memang adalah bos yang sangat dekat dengan karyawannya. Bahkan,setiap turun ke proyek,Michael tidak hanya main tunjuk seperti kebanyakan bos. Dia bahkan sering terjun langsung dalam sebuah pekerjaan.Tak heran,jika alas kaki yang dia gunakan kadang masih berwarna tanah. Bahkan terkadang masih berlumpur.

“Itu sengaja saya lakukan untuk member motivasi kepada karyawan agar bias bekerja sungguh-sungguh. Karena kita diberikan kepercayaan oleh pemilik properti untuk bekerja sesuai kualitas yang telah kita sepakati,” jelasnya.

Komitmen menjaga mutu pekerjaan itu,membuat Michael yang sudah menekuni pekerjaannya itu selama 20 tahun lebih tetap bias eksis. “Saya kebanyakan mengerjakan properti pribadi,rumah tinggal,ruko,dan kantoran,termasuk desain interior,” katanya. Salah satu office yang dia kerjakan dan hasilnya sangat baik adalah kantor Media F Advertising. 

Dikutip: Koran Fajar-Makassar,Sulawesi Selatan.

Kue-kue Bugis di Tanah Melayu


Kuching adalah negara bagian Serawak yang terpisah oleh pulau utama Malaysia. Meski jauh dari pusat negara di Kuala Lumpur,kemajuan Kuching tidak kala dengan kota-kota lain di Semenanjung Malaysia. Seperti apa Kuching?

Kuching hanyalah sebuah kota kecil. Kotanya bersih,rapi,dan tertib. Jalan-jalannya lebar. Tidak ada macet. Pedestrian berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa lapak-lapak di sisi jalan,apalagi tukang tampal ban. Pengemis dan pengamen juga tidak di jumpai di perempatan jalan. 

Sistem lalu lintas di jalan raya berjalan efektif sehingga tak terlihat polisi yang mengatur kendaraan. Pemerintah Kuching tampaknya sangat antisipatif. Sebelum kota ini macet,telah dibangun tol dan fl y over. Pemerintah setempat menyadari kehadiran tol dalam kota dan fly over merupakan sebuah langkah antisipasi sebelum jumlah kendaraan membengkak. 

Tertib lalu lintas terjaga sampai di tempat parkir. Warganya rela menunggu bermenit-menit sebuah kendaraan yang ingin meninggalkan area parkir. Saat antri,semua tetap tetap bersikap tertib di jalur masing-masing. Bahkan klakson pun tak pernah dibunyikan.

Pusat kota Kuching ada di kawasan warterfront. Letaknya di sisi Sungai Serawak yang membelah Kuching,Timur dan Barat. Tempat ini merupakan objek wisata utama bagi warga pendatang. Jualannya keliling kota menyusuri sungai dengan naik perahu yang berangkat sesuai jadwal. Perahu wisata ini terparkir di dekat kantor pengelola waterfront.

Di waterfront dijumpai pula restoran dan penjaja makanan di sepanjang sisi sungai sejauh 1,5 km. Beragam menu dihidangkan. Namun yang paling dominan adalah menu khas Malaysia,khususnya the tarik yang sudah go international.
 
Di tengah ikon Kuching,penulis menemukan penganan khas Sul-Sel. Di kawasan kota tua,penulis sempat menikmati kue baje,katri salam,tarajjong,kue lapis,apang paranggi,dan bolu peca. Di warung Haji Umar,berjejeran kue-kue Bugis-Makassar yang dihargai RM2,5. Kue-kue ini di simpan disebuah etalase tembus pandang.


Wah..wah..wah..Ternyata ku-kue dari Indonesia khususnya Makassar,Sulawesi Selatan pemasarannya sudah sampai ke Malaysia. Meskipun itu bukan dalam bentuk Ekspor,tapi setidaknya sudah ada warna Sulawesi di Malaysia dalam bentuk penganan khas Sulawesi Selatan,Makassar. Bagaimana dengan Daerah sobat blogger? 

Dikutip: Koran Fajar-Makassar,Sulawesi Selatan.

KumpulBlogger

Template by:

Free Blog Templates