UNSUR INTRINSIK
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti 'tulisan'. Sebelumnya, orang menyebut sastra dengan ungkapan 'susastra'. Su artinya 'indah' atau 'baik', sedangkan sastra berarti 'tulisan' sehingga susastra artinya 'tulisan yang baik'.
Seiring perkembangan zaman, lambat laun morfem su pada susastra menghilang sehingga orang zaman sekarang lebih nyaman menyebutnya dengan sastra saja.
Berbicara tentang sastra, kita akan selalu membicarakan hububungan antara pengarang dengan teks, kenyataan dengan teks, dan teks dengan pembaca.
Berdasarkan hal tersebut, unsur yang menjadi bahan penelitian sastra adalah teks. Namun, tidak semua teks bisa disebut karya sastra.
Definisi karya sastra berkaitan dengan waktu dan budaya karena karya sastra adalah hasil kebudayaan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa faktor yang menyebabkan sebuah teks bisa disebut karya sastra.
- Dalam teks sastra ada penanganan bahan yang khusus. Ini tidak hanya berlalu untuk puisi, tetapi juga berlaku untuk prosa dan drama. Misalnya, ada unsur paralelisme, kiasan, metafora, penggunaan bahasa yang tidak gramatikal, sudut pandang, dan lain-lain.
- Teks sastra ditandai dengan fiksioanalitas atau cerita rekaan. Pada kenyataannya, banyak juga teks sastra yang barkaitan dengan peristiwa sebenarnya. Namun, hal itu sudah dimanupulasi ketika sudah menjadi teks sastra.
- Teks sastra memberi wawasan yang lebih umum tentang masalah kemanusian, sosial, atau inteketual.
- Melalui fiksionalitas, pembaca dimungkinkan menginterpretasikan teks sastra sesuai dengan wawasan sendiri. Semakin pembaca itu cerdas dan punya wawasan luas, akan semakin akurat dalam mengapresiasi karya sastra.
- Dalam setiap karya sastra, ada ketegangan antara kreativitas dan tradisi. Sering kali pengarang mendobrak batas-batas konvensional tertentu.
- Teks sastra kebanyakan tidak disusun untuk tujuan komunikasi langsung dan praktis seperti pada artikel, jurnal, ataupun makalah. Namun, teks sastra selalu mempunyai makna implisit dan makna eksplisit.
Ragam Sastra
Secara garis besar, sastra dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu teks puisi, teks prosa, dan teks drama, meskipun ada beberapa ahli yang menambahkan golongang ke-4 yang disebut prosa lirik.
Teks puisi adalah bentuk sastra dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan indah. Khusus untuk puisi lama, selalu terikat dengan kaidah tertentu. Kaidah yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
- Jumlah baris tiap baitnya
- Jumlah suku kata.
- Irama.
- Persamaan bunyi atau ritma.
Contoh puisi lama, pantun, talibun, gurindam, soneta, dan karmina.
Teks prosa adalah bentuk sastra yang dilukiskan dengan bahasa yang bebas dan panjang. Jenis karangan biasanya dibuat dalam bentuk narasi dan deskripsi. Contoh prosa, novel, roman, dan cerpen.
Teks drama adalah bentuk sastra yang dilukiskan dengan mengunakan bahasa yang bebas dan panjang, biasanya menggunakan dialog dan monolog.
Drama terbagi menjadi dua, yaitu drama sebagai teks atau naskah dan drama sebagai pertunjukan atau drama pentas. Meskipun drama pentas itu berasal dari teks, ketika dianalisis harus mengunakan pisau analisis yang berbeda.
Prosa lirik adalah karya sastra dalam bentuk puisi, namun mengunakan karangan narasi dan deskripsi. Jadi, dalam karya ini, puisi tidak dibentuk dari bahasa-bahasa yang padat. Puisi lirik atau prosa lirik dibentuk dengan bahasa yang panjang dan luas dengan metafora yang beragam.
Unsur-unsur Pembangun Karya Sastra
Dalam mengapresiasi karya sastra, tentunya kita tidak boleh sembarangan menginterpretasikan sebuah teks sastra. Kita harus menggunakan pisau analisis yang tepat untuk memaknai sebuah teks sastra. Baik mengunakan analisis semiotik, pragmatik, sosiologi sastra, maupun hermeneutik.
Pertama, yang perlu kita kenali adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Ada dua unsur yang membangun sebuah teks sastra yaitu, unsur intrinsik karya sastra dan unsur ekstrinsik karya sastra.
Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun teks itu dari dalam. Unsur itu meliputi.
1. Latar
Latar adalah segala sesuatu yang melingkupi apa yang terdapat dalam cerita, mulai latar tempat, waktu, suasana, dan latar alat.
2. Alur
Alur adalah suatu rangkain peristiwa yang terjalin secara kausalitas atau sebab akibat dari awal sampai akhir menuju klimaks cerita. Alur terbagi menjadi tiga, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran.
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah peran atau pelaku cerita. Tokoh terbagi menjadi dua. Tokoh bulat adalah tokoh yang digambarkan secara utuh oleh pengarang, biasanya dikategorikan sebagai tokoh utama. Tokoh pipih adalah tokoh yang digambarkan dari satu sisi saja, biasanya dikategorikan sebagai tokoh tambahan.
Penokohan adalah karakter atau watak tokoh dalam cerita, ada peran antagonis, protagonis, tertagonis, atapun melankolis.
4. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam cerita. Sudut pandang terbagi atas: 1) orang pertama ditandai dengan kata ganti orang pertama yaitu, aku; dan 2) sudut pandang orang ketiga yang ditandai dengan kata ganti orang ketiga, yaitu dia.
5. Tema
Tema adalah pokok pikiran pengarang yang menjadi dasar keseluruhan cerita.
6. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang terkandung dalam cerita secara keseluruhan.
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara pengarang mengukapkan sebuah teks sastra, apakah teks tersebut penuh dengan ironi, sarkasame, atau eufimisme.
Ketujuh unsur intrinsik di atas adalah pisau analisis untuk mengupas teks sastra dalam bentuk prosa atau drama naskah.
UNSUR EKSTRINSIK
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bagun sebuah cerita. Oleh karena itu, unsur esktrinsik karya sastra harus tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Unsur-unsur Ekstrinsik
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek & Warren (1956), bagian yang termasuk unsur ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut.
- Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya.
- Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca, maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya.
- Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik.
- Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagainya.
Latar belakang kehidupan pengarang sebagai bagian dari unsur ekstrinsik sangat mempengaruhi karya sastra. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang budaya daerah tertentu, secara disadari atau tidak, akan memasukkan unsur budaya tersebut ke dalam karya sastra.
Menurut Malinowski, yang termasuk unsur budaya adalah bahasa, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian. Unsur-usnru tersebut menjadi pendukung karya sastra. Sebagai contoh, novel Siti Nurbaya sangat kental dengan budaya Minangkabau. Hal ini sesuai dengan latar belakang pengarangnya, Marah Rusli, yang berasal dari daerah Minangkabau. Begitu pula novel Upacara karya Korrie Layun Rampan yang dilatarbelakangi budaya Dayak Kalimantan karena pengarangnya berasal dari daerah Kalimantan.
Begitu pula dalam Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis, kita akan menemukan unsur intrinsik berupa nilai-nilai budaya. Terutama, yang berkaitan dengan sistem mata pencaharian, sistem teknologi, religi, dan kesenian. Mata pencaharian yang ditekuni para tokoh dalam novel tersebut sebagai pencari damar dan rotan di hutan. Alat yang digunakan masih tradisional.
Selain budaya, latar belakang keagamaan atau religiusitas pengarang juga dapat memengaruhi karya sastra. Misalnya, Achdiat Kartamihardja dalam novel Atheis dan Manifesto Khalifatullah, Danarto dalam novel Kubah, atau Habiburahman El-Shirazi dalam Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Latar belakang kehidupan pengarang juga menjadi penting dalam memengaruhi karya sastra. Sastrawan yang hidup di perdesaan akan selalu menggambarkan kehidupan masyarakat desa dengan segala permasalahannya. Misalnya, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
Dengan demikian, unsur ekstrinsik tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan karya sastra. Unsur ekatrinsik memberikan warna dan rasa terhadap karya sastra yang pada akhirnya dapat diinterpretasikan sebagai makna. Unsur-unsur ektrinsik yang mempengaruhi karya dapat juga dijadikan potret realitas objektif pada saat karya tersebut lahir. Sehingga, kita sebagai pembaca dapat memahami keadaan masyarakat dan suasana psikologis pengarang pada saat itu.
1 komentar:
wah...jadi ingat masa sma sob...waktu itu belajar sastra haha
Posting Komentar
Tulislah apa yang ingin Kamu tulis mengenai Artikel & Blog ini...