Kehadiran Rhino pada malam itu sama sekali tidak diketahuinya. Rhino,begitulah ia disapa oleh teman-temannya. Sebenarnya namanya cukup panjang,Rhino Cokro Adiantoro. Tapi mungkin karena agak ribet jadi teman-temannya menyapanya dengan sebutan Rhino,maklum karena dirinya masih keturunan Jawa. Kedua Ortunya masih keturunan Jawa asli jadi layaklah. Malam itu untuk yang kesekian kalinya dirinya menemui sosok hawa pujaan hatinya. Langit begitu indah dengan butiran-butiran kemerlapan yang membentuk vertikal dan horisontal pada dinding-dindingnya. Entah telah berapa lama Rhino memperhatikan pujaan hatintya itu dari sosok gelap yang bersamanya kini; dirinya tetap berdiri. Cukup lama Rhino menerawang sosok itu yang tengah duduk seorang diri di depan rumahnya; taman kecil dengan tanaman bunga yang tertata rapi.
Lautan begitu tenang,cahaya kerlap-kerlip lampu nelayan berjejer berbaris bagaikan sebuah lukisan dinding. Pandangan Tiara jauh,seakan mencari sesuatu yang telah hilang. Tiba-tiba saja Tiara tersentak kaget dari duduknya ketika suara Rhino menggerayangi telinganya memanggil namanya. Nama yang selalu disebut-sebutnya dikala rindu menggerogoti jiwa.
Tiara…” Panggilnya dengan nada rendah.
Dengan mimik terkejud,ia mencoba membalikan tubuh sintalnya menatap dalam gelap coba temukan sosok Rhino,namun semua itu sia-sia saja. Tiara kembali menatap memandangi lautan luas terbentang yang tak pernah merisaukan kehidupan ini. Tak lama kemudian kembali suara Rhino menggerayangi telinganya untuk yang kedua kalinya.
“Tiara..” Dengan suara pelan membisik.
Mendengar ada seberkas suara memanggilnya,ia kembali membalikan tubuh sintalnya itu. Menatap,mencoba menerawang dalam gelap berusaha menemukan sosok Rhino dengan memondar mandirkan bola matanya yang bening.
“Siapa di sana? Jangan buat aku jadi takut dong..?!” Katanya dengan tetap menerawang.
Rhino tersenyum mendengar perkataannya itu. Sebenarnya Rhino tak bermaksud untuk menakutinya dan ia sama sekali tak menduga kalau Tiara akan jadi takut dengan suaranya dalam gelap.
“Ternyata aku ini menakutkan juga ya, kalau dalam kegelapan ” Gumamnya dalam hati sambil senyam senyum sendiri.
“Ini aku Ra..,Rhino!” Katanya sembari berjalan perlahan mendekati Tiara.
“Ternyata kamu ya No,kamu udah buat aku kaget, ketakutan lagi..” Sambil memukul bahu Rhino dengan sifat manjanya. Dibalasnya Rhino dengan sunggingan bibir dan belaian sayang.
Waktu telah banyak terlewati,setiap tapak meninggalkan kisah tentang mereka. Kini Rhino telah berada di samping Tiara, sang kekasih belahan jiwanya. Mereka saling beradu pandang,setiap hembusan nafas terasa berat seakan sedang terjadi sesuatu dalam diri mereka. Suasana kembali hening. Sorot mata Tiara begitu tajam,penuh arti. Dengan sepasang bola mata yang indah,bening serta bulu mata yang lentik ia terus memandangi Rhino yang kini berada di dekatnya,mungkin hanya dengan beberapa jengkal saja mereka telah menyatu. Terlintas di raut wajahnya yang putih bersih,ketakutan yang sempat dirasakan Tiara telah hilang kian berubah kebahagiaan dengan balutan senyuman yang manis.
Suasana terasa begitu indah dalam temeram cahaya rembulan,setiap helaan dan hembusan nafas mengiringi kepergian sang waktu yang terus mengantar mereka hingga saat ini,Rhino tetap di sampingnya. Jelas Rhino memandanginya. Memandangi senti demi senti raut wajah sesosok hawa yang akan menjadi seorang ibu. Tangan Tiara tenggelam dalam genggaman Rhino,jari jemari mereka saling bertautan,erat. Kepala Tiara dibiarkannya tersandar di bahunya dengan rambut hitamnya terjuntai di dadanya. Sapuan-sapuan lembut di kepala nampak jelas,disetiap sentuhan dan belaian ada nuansa cinta dan kasih sayang. Mereka sempat membugkam beberapa saat,hanya bahasa-bahasa hati yang tercipta disetiap tatapan dan sentuhan. Tiara sama sekali tak bersuara,dirinya sibuk mengikuti alur perasaanya. Tiba-tiba saja keheningan itu memecah dengan petikan suara Tiara yang lembut.
“Rhino,boleh nggak kamu buatin aku sebuah puisi tentang kita?!” Pintanya dengan nada manja sembari menatap wajah kekasihnya itu yang masih tenggelam dalam suasana.
Rhino tersenyum sebentar,terlihat jelas sunggingan bibirnya. Tiara memang gadis yang baik,penyayang,tetapi juga agak manja terhadap orang yang dekat dengannya,apalagi terhadap kedua Ortunya. Mungkin karena dirinya anak bungsu dari tiga bersaudara,apalagi sekarang ia tinggal sendiri karena kedua kakaknya telah menikah. Dengan keadaan Tiara yang seperti itu,Rhino tetap sayang dan cinta kepadanya. Rhino tetap betah bersamanya,dirinya selalu menerima apa yang telah ada dan apa yang akan ada. Setiap manusia itu pada hakikatnya sama-sama ciptaan yang Maha Kuasa,yang meiliki kekurangan dan kelebihan,itulah prinsip hidup Rhino dalam menyikapi sesuatu.
“Boleh,untuk kamu akan aku lakukan,dan untuk puisi akan kucoba.” Tuturnya sambil menganggukkan kepalanya,tersenyum melihat tingkah Tiara.
Di sudut malam di balik keremangan dengan sentuhan-sentuhan cahaya rembulan,Rhino mulai mencoretkan tinta hitam membentuk huruf-huruf kecil di atas kertas diary yang bergaris kecil memanjang.
“Jujur kuakui Tiara, aku tak pandai merangkai kata dalam bait-bait puisi,tapi malam ini aku bagaikan seorang penyair yang hidup dengan seribu kisah dalam kata-kata indah” Gumannya,coba mengintip hati kecilnya.
Dalam keremangan fikirannya melayang,imajinasinya berpetualang bersama cintanya untuk menghadirkan sederet kata,serta melukiskannya di atas secarik kertas. Disetiap garis,coretan tinta ada cinta yang mencair beradu,cinta yang menyatu dalam secarik kertas dan terbenam dalam bait-bait puisi yang hanya dipersembahkan untuk pujaan hatinya,Tiara gadis manja yang tercinta.
0 komentar:
Posting Komentar
Tulislah apa yang ingin Kamu tulis mengenai Artikel & Blog ini...