Sabtu, 18 Desember 2010

Inikah Cinta..?

Malam itu masih kuinggat jelas adalah malam minggu. Malam belum begitu jauh meninggalkan siang, tepatnya selepas sholat magrib menyambut waktu sholat isyha. Udaranya terasa tidak begitu dingin,seperti malam-malam yang kemarin.  Suasana terasa tenang penuh damai bagai air yang mengalir menyusuri tepian-tepian lembah. Sesekali terdengar riak dan nyanyian alamnya membuat dunia terasa begitu indah dengan segalanya yang telah ada.
Rembulan tak tampak malam itu. Dia menyembunyikan wujudnya di balik awan hitam kelam. Mungkin dia telah bosan dengan penampilnku, ataukah dia bersedih melihat keadaanku. Waktu terus merambat menapaki punggung sang malam dengan penampilannya yang khas. Aku masih saja terdiam membisu diantara derak tapak kaki sang hujan yang menerpa dedaunan serta atap-atap perumahan yang berada di sekelilingku. Angin masih saja berhembus lemah mengiringi perjalan sang hujan bersama pikiranku yang mencoba mengambang menembus cakrawala dalam kelam. Sesekali ia menghembuskan suasana dingin sembari merangkul tubuh kerdilku yang tertutupi sepasang pakaian yang tak mungkin mampu menepis belaian-belaiannya yang mencengram hingga aku menggigil.
Aku tetap sendiri menyepi di beranda rumahku yang cukup sederhana dengan beratapkan daun rumbia serta berdindingkan bambu. Tapi aku selalu betah dan bahagia dengan keadaanku seperti itu. Aku mmerasa srmuanya itu sudah cukup bahkan aku merasa lebih. Aku tak pernah merasa kurang  karena aku punya segalanya, seorang Ibu yang telah melahirkanku, yang selalu merawatku, memperhatikanku, dan tak lupa kasih sayangnya yang tak mampu terbelikan. Seorang Ayah yang tak pernah bosan mencari nafkah untuk keluarganya, dia adalah pahlawanku. Tambah lagi adik-adikku yang baik, lucu, rajin serta penyayang. Begitu pun aku yang selalu sayang pada mereka meskipun mereka sendiri belum terlalu faham akan arti dari sebuah kekeluargaan yang saling sayang menyangi. Ah,,,indahnya hidup ini jika kita mampu memaknainya.
Entah telah sampai di mana,telah sejauh mana perjalananku dalam dunia maya lewat pandanganku yang kosong. Tanpa kusadari ternyata hujan tak lagi turun mungkin ia merasa aku tak menghiraukannya, tetapi rembulan masih enggan menatapku, tak apalah jika memang kau tak ingin bercanda gurau denganku. Aku pun beranjak dari dudukku coba pijakan kakiku di atas dataran tanah halaman rumahku,menyusuri jalanan menuju ke suatu tempat yang penuh kebisingan sekedar menghibur diri. Tak jauh aku melangkah kujumpai mereka yang sedang duduk bercerita yang terkadang tak jelas apa topiknya, tapi mereka terlihat happy and enjoy saja. Haa..inilah hidup…
Mereka adalah teman-temanku. Sekumpulan anak ABG yang ingin mencicipi dunia malam dan bebas. Sebatang rokok terpampang di bibir mereka masing-masing terlihat seakan mereka begitu menikmatinya, padahal disetiap gumpalan asap yang mereka keluarkan dari mulut dan hidung tergambar suatu ancaman akan penyakit dan bahkan kematian. Tapi itulah mereka, teman-temanku yang hidup dalam kebebasan tapi sebenarnya hati mereka baik tak seperti gumpalan asap rokok yang mereka hisap.
Kuhampiri mereka dan merekapun menyambutku dengan senyum dan canda tawa, senang kurasa. Ternyata mereka juga ingin pergi ke tempat yang sama dengan tujuanku, yaitu tempat yang penuh dengan kebisingan. Belum sampai di tempat yang kami tuju, terdengar seberkas suara-suara dari ujung jalan tepat sebuah pertigaan yang tampak gelap tanpa ada penerangan lampu jalan ataupun rumah penduduk di sekitarnya, maklumlah namanya juga sebuah desa. Kamipun berjalan kearah suara itu menghampiri orang-orang yang suaranya sempat kami dengar.  Di ujung jalan itu jarang sekali terlihat orang-orang yang lalu lalang, hanya beberapa saja yang sempat terlihat melintas dan berpapasan dengan rombongan kami. Orang-orang yang sedari tadi sibuk dengan percakapan mereka sesekali terdengar tawa ternyata adalah pasangan-pasangan yang lagi asyik berpacaran dengan penuh kemesraan. Aku dan teman-temanku setelah melihat mereka hanya bisa tertawa kecil karena merasa sedikit aneh menyaksikan ulah dan tingkah mereka.
Aku adalah seorang anak ABG yang dalam dunia percintaan boleh dikatakn belum terlalu mahir seperti apa yang baru aku saksikan. Aku belum terlalu pandai mengerti dan mengartikan soal cinta. Aku belum terlalu mengenal dunia cinta seperti orang lain bahkan mungkin teman-temanku yang telah menikmati bahkan menjadi pelakonnya,yang telah merasakan indahnya suatu kebersamaan dengan seorang wanita pujaan hati (kekasih). Yang kutahu hanyalah kebersamaan di dalam sebuah keluarga kecil, tapi mungkin disuatu ketika aku pun akan tahu tentang hal itu. Tapi ada satu hal yang membuat aku bertanya, apakah mereka telah mengerti akan arti sebuah kata C I N T A yang sesungguhnya,ataukah mereka masih seperti aku yang belum tahu menahu tentang itu?. Aku hanyalah anak desa yang bersekolah di sebuah SMA kelas dua (II). Dunia cinta adalah dunia baru bagiku yang baru memulai melangkahkan kaki yang masih lemah dan polos. Tapi aku adalah seorang ABG yang normal dengan perasaanku. Biarlah waktu yang menjawabnya…
Bersama teman-temanku kucoba menerobos menembus pekatnya gelap malam menuju tempat yang penuh keramaian dan kebisisngan itu. Di sana kutemukan ragam rupa dan gaya tak terkecuali kalangan maupun umur yang ikut berkecimpung di tempat itu untuk sekedar menghibur diri. Masih kuingat jelas malam itu di tempat itu di adakan sebuah pesta yang cukup meriah dengan wajah-wajah yang ceriah pula meskipun musik yang mengiringinya tidak terlalu elite tapi paslah untuk level pedesaan.
Malam yang begitu indah suasana yang happy ditemani dinginya malam yang mulai mencumbui, orang-orang tetap saja sibuk mengikuti alunan nada music yang disajikan oleh operatornya dan juga terutama keluarga yang mengadakan pesta. Mereka asyik berjoged dengan gaya yang khas pula, goyangan badan seakan menarik perhatian untuk disaksikan tapi bukanlah sebuah pertunjukan yang telah direncanakan. Seakan malam tak berujung seperti kata pepatah “malam minggu adalah malam yang panjang”. Langitpun terlihat begitu cerah, sang matahari malam telah menampakkan wajahnya dengan senyumanya yang khas pula. Sementara di sekelilingnya ia hadirkan manik-manik yang begitu indah mengguggah hati ingin memiliki, dialah karya sang Khalik yang tak ternilai. Mata beretemu mata saat berpandangan antara satu sama lain. Aku masih tetap diam mematung menikmati irama yang mengalun mengoda hati serta mereka yang asyik begoyang. Orang-orang terlihat berhimpitan berjoged dengan pasangan masing-masing, hanya pandangan yang mampu menerobos masuk berada di antara mereka. Mata terus berkeliaran menatap apa yang dapat di lihat dan tidak sedikit rupa yang dapat disaksikan. Dengan tak sengaja dan tanpa rencana sebelumnya pandanganku terpojok pada satu sosok hawa yang pernah kulihat, pernah terlintas di pandanganku pada waktu yang lampau tapi aku tak mengenalnya. Tapi wajah itu tak asing lagi di bagiku. Mungkin sang Khalik yang telah merencanakan di setiap gerak dan gerik ciptaannya untuk bertemu dan saling mengenal satu sama lain.
Seorang gadis kecil yang sebaya denganku. Disetiap tatapannya mengundang pertanyaan dalam hati di balik kebisuan. Rambutnya yang lurus terurai hingga ke bahu menambah ke anggunannya. Senyumanya yang manis dan segala yang dimilikinya menambah kecantikannya yang begitu natural (alami). Kesederhanaan itu tergambarkan begitu jelas dengan penampilannya. Dalam diam aku merasa ada sesuatau yang berbeda di dalam diriku setelah kehadiran gadis itu lewat pandanganku yang tak kusengajakan.
“Inikah yang dinamakan perasaan cinta pada pandangan pertama? Tapi cinta itu apa?” aku bertanya-tanya coba mengintip hati kecilku yang sibuk mengamati jantungku yang terus berdetak. Perasaanku semakin meronta dan aku semakin gugup dikala gadis itu berjalan menuju ke arahku. Inilah yang kurasakan, perasaan seorang anak ABG yang baru mulai mengenal akan namanya cinta. Akhirnya dengan perasaan yang semakin kalut kucoba beranikan diri mendekatinya, disaat itu kucoba pula untuk jujur kepadanya akan perasaanku bahwa sesunggunya aku telah jatuh cinta kepadanya meski aku sendiri belum tahu siapa gerangan namanya. Ia pun memberikan satu jawaban yang sungguh aku tak dapat mempercayainya. Apa yang baru saja kudengar seakan tak mungkin. Ia mau menjadi kekasihku, meskipun aku dan dia belum mengenal arti cinta sesungguhnya, tapi begitulah kenyataan yang sempat terjadi malam itu. Kata orang-orang api cinta yang aku nyalakan adalah “cinta monyet”, tapi aku sendiri tak tahu juga apa arti dari cinta monyet itu. Tapi yang kutahu hanyalah pada hakikatnya cinta adalah sebuah perasaan yang timbul dari hati seorang insan yang paling dalam.
Malam itu suasana terasa mulai sepi. Suara tak lagi sebising waktu pertama kali aku datang di tempat itu. Para pelayat pun tinggal beberapa orang saja, mungkin mereka telah disibukkan oleh pujaan hatinya masing-masing. Atau mungkin mereka telah pulang kerumahnya. Teman-temanku pun aku tak tahu lagi di mana mereka bertengger. Malam itu bulan pun masih tersenyum melirikku, dengan cahayanya yang begitu indah. Temeram seakan memamerkan wujudnya kepadaku dan dia. Sepasang insan titisan adam dan hawa yang baru saja dipertemukan oleh cinta. Suasana begitu hening, suara belum juga terdengar di antara kami untuk memulai suatu cerita dalam kisah awal pertemuan dan kebersamaan. Hanyalah tatapan tajam penuh arti dan senyuman kecil malu-malu yang merambati hati kami berdua. Aku dan dia sebenarnya belum begitu saling mengenal antara satu sama lain tapi begitulah dunia cinta, sesuatu hal yang dianggap tak mungkin bisa saja menjadi mungkin. Aku sendiri tak mengerti. Akhirnya kutahu namanya melalui seorang sahabatnya, bahwa gadis kecil nan lugu dengan polesan kesederhanaannya  bernama Diana. Nama yang singkat, tapi sebenarnya namanya panjang tapi itulah nama dalam kesehariannya bila ia disapa dan aku suka nama itu.
Dalam keheningan di sebuah kursi panjang di bawah pohon di samping rumahnya aku tetap membisu begitu pun dirinya. Tiba-tiba saja aku beranikan diri mengucap satu kalimat yang aku sendiri masih merasa canggung..
“Boleh nggak kupegang tanganmu…?”. Itulah kalimat yang pertama kali kuutarakan untuk memulai suatu cerita dalam kisahku. Bibirku terasa bergetar kala kuucap kata itu. Memang cinta itu butuh keberanian untuk memulai suatu langkah perjalanan dalam menempuah masa depan. Diana hanya menggerakkan jari jemarinya sembari tersenyum tersipu malu.
“Apakah ini suatu jawaban untukku?”. Gumamku dengan perasaan yang mulai bergemuruh dengan sejuta praduga yang meronta.
Semua perasaan itu coba kutepis. Kuraih tangannya, terasa dingin saat kusentuh. Jantungku berdegub kencang saat tangan itu bersemayam dalam genggamanku. Aku tersenyum. Betapa bahagianya hatiku saat melihatnya tersenyum padaku. Ada rasa bahagia yang tergambar di garis-garis wajahnya. Ingin rasanya aku berteriak akan kemenanganku. Hooreeeeee… Namun segalanya hanya kuwakilkan dengan senyuman…

Bersambung….

0 komentar:

Posting Komentar

Tulislah apa yang ingin Kamu tulis mengenai Artikel & Blog ini...

KumpulBlogger

Template by:

Free Blog Templates