Kamis, 28 Oktober 2010

Di Bawah Kaki Langit Di tepi Bumi

Kemarin kota Makassar diguyur hujan seharian. Belum lagi cucian yang kujemur belum semapat kering. “Ha…..mati aku,kalo begitu mau pake apa kalo ke kampus?” Celotehku sendiri. Hari ini mentari telah menampakkan wajahnya seakan menentang mendung serta hujan yang kemarin sempat membuat orang-orang merasa cemas akan aktifitasnya. Hari ini mereka kembali terliahat dengan kesibukan masing-masing. Berseliweran menjemput mimpi-mimpi mereka. Tak terelakkan oleh panas yang menyengat membakar kulit. Tak peduli keringat yang bercucuran mulai membasahai baju serta seragam yang mereka pakai. Semuanya demi mimpi dan impian.

Hari sudah mulai gelap. Bunyi suara azan bergumandang menggores ruang-ruang kalbuku mengingat akan kebesaran-Nya,terkenang akan dosa-dosaku yang telah kuperbuat. Di ujung jalan di sebuah lorong kecil seorang lelaki tua mengayuh becak tuanya yang tak berpenumpang. Aku tak tahu dari mana ia datang dan mengapa becaknya tak ada yang tumpangi. Aku sempat teringat akan kedua orang tuaku. Pasti mereka tak jauh beda dengan lelaki tua itu. Bekerja setiap hari tak kenal lelah hanya demi buah hatinya,hanya demi cita-cita dan impianku. Nyaris kurasakan ada yang menggenangi mataku dan perlahan membuat penglihatanku buram.

Ya Allah… sungguh sudah terlalu banyak perintahmu yang aku lalaikan,terlalu banyak pantang-Mu yang aku langgar. Ampunilah segala dosa dan khilafku. Kucoba ayunkan langkah kakiku yang lemah menuju sebuah sumur untuk mensucikan diri. Kuhempaskan tubuhku di depan-Nya, berserah dalam sujud dan dzikirku. Sempat kuteteskan air mata. Teringat akan dosaku,aku takut akan azab-Nya.

Seusainya, kurasakan ketenangan dalam diriku. Seakan baru saja kulepaskan beban yang amat berat. Kusandarkan tubuhku di sebuah sofa tua yang tak empuk lagi. Coba kulepaskan kepenatan dalam fikiranku. Mulai aku bercerita dengan teman-temanku,berbagi kisah duka,dan bahagia. Tawa dan bahagia pun tercipta. 
 
Kegaduhan yang sempat hadir ditengah-tengah kami kini mulai menjelma menjadi hening. Ya..karena malam telah larut. Kawatir akan mengganggu ketentraman warga di sekitar tempat tinggalku. Mulai kurasakan rasa ngantuk itu menyelinap di mataku. Pandanganku mulai sayu. Dengan terpaksa kutinggalkan teman-temanku yang lagi asyik ngumpul-ngumpul sambil bercerita. Akupun masuk ke dalam kamarku untuk temani rasa ngantukku menjemput mimpi. Belum sempat kupejamkan mataku,tiba-tiba saja Hp-ku berdering. Kuraih dibalik bantalku,ternyata sebuah panggilan. Kulihat ada satu nama yang terpampang di layar Hp-ku. Satu nama yang tak asing lagi bagiku. 
 
Hallo…!” Sapaku. Namun tiba-tiba saja langsung dimatikan.
Ada apa ini,kok langsung dimatikan” Gumamku,heran. Tak lama kemudian Hp-ku kembali bordering. Ternyata sebuah SMS,dan itu dari dia.
Sorry ya Kak…tadi itu hanya miscall doank. Pengen cek aja apa nomor Kakak aktif atau nggak. Btw uda bobo apa belum?” Begitu kira-kira isi pesannya. Akupun membalasnya dan sempat sampai beberapa kali kami SMS-an sampai akhirnya akupun tidur setelah semuanya tuntas.
De’..uda dulu ya SMS-annya,aku uda ngantuk ni mau bobo dulu. Baik-baik ya” Begitulah isi pesan terakhirku.

Dia adalah seorang mahasiswi semester awal di kampusku. Adik juniorku sefakultas. Dia jurusan Bahasa Inggris sementara aku jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aku belum lama mengenalnya dan menjadi kekasihnya. Awal mulanya kami bertemu pada saat kegiatan pesantren untuk mahasiswa baru,dan kebetulan saat itu aku menjadi salah satu panitia pelaksana kegiatan. Di situlah aku dan dia bertemu dan mulai mengenalnya sampai kami menjadi sepasang kekasih. 
 
Dia memiliki saudara kembar jadi terkadang aku salah kaprah. Gimana tidak,wajah mereka seperti kata petah,bagai pinang dibelah dua. Aku dan dia boleh dikatakan jarang bertemu,karena tempat tinggalku jauh dari kampus. Sementara dia juga tinggal bersama pamannya dan rumahnya juga jauh dari tempat tinggalku. Kami bisa bertemu itu ketika di kampus,itupun kalau jadwal kami sama. Tapi bagiku itu bukanlah suatu sekat dinding pemisah. Apapun yang akan terjadi aku tetap ingin bersamanya. Karena kini aku merasa rasa itu semakin menggelembung di dalam hatiku. 
 
Tiba-tiba saja aku tersentak dari tidurku karena dingin yang yang merasuki tubuhku hingga kurasakan sampai ke tulang-tulanggu. Aku mengigil,kutarik selimutku yang sudah berada di ujung kakiku karena tidurku yang seperti kambing jantan. Hendak aku kembali lanjutkan tidurku,tiba-tiba suara lantunan ayat-ayat al-Qur’an kembali terdengar di mesjid. Menandakan waktu sholat subuh telah tiba serta mengawali hariku. Akupun segera bangun dan coba tenangkan diriku. 
 
Tak berapa lama suara azan pun berkumandang. Seperti biasa,segera ku sucikan tubuhku dengan wudhu. Setelah selesai berpakain yang bersih akupun melaksanakan sholat subuh. Bersujud bersimpuh di depan-Nya memohankan ampun atas dosa-dosaku serta dosa kedua orangtuaku. “Rabbigfirli waliwalidaiya warhammuma koma rabbayani sogira…”

Sudah hampir empat bulan kujalani hubunganku bersama adik juniorku itu. Telah banyak cerita serta alur yang kami cipta,tentunya tak lepas dari campur tangan sang pemilik dan pemelihara cinta atas segalanya. Meskipun terkadang ada-ada saja masalah yang harus kami tuntaskan demi merajut kembali benang-benang cinta yang telah kami tenun sebelumnya tuk menjadi jubah kesucian. Namun bagiku,semua itu tak menjadi sekat dinding penghalang untuk tetap bersamanya. Aku ingin hidup seribu tahun lagi,kata Khairil Anwar. Telah banyak pula hari yang terlewati bersama penggalan-penggalan kisah dalam meniti angan. 
 
Terkadang aku dan dia berbagi cerita dan berita melalui jaringan internet,tentunya dengan menggunakan layanan facebook. Hingga kutuliskan satu kalimat di dindingku sebagai status, “aku kan terus menantimu di sini,di bawah kaki langit di tepi bumi agar kau dan aku tetap menyatu tuk menggapai bintang..” Kalimat itu ternyata mengundang teman-teman jaringan facebookku untuk mengomentari dan ada pula yang menyukainya,tak ketinggalan si dia adik juniorku.
aku akan tetap selalu bersamamu sekalipun kau menantiku di ujung langit..”
Aku pun tersenyum ketika membaca komentarnya..


Bingkai Berdebu

Terkenang aku di saat yang telah lalau. Disaat pelangi melintas di dinding awan saat hujan mulai gerimis. Kau katakana bahwa apa yang aku rasakan enkau juga merasakannya. Semua itu masih tersimpan di disini,di memoriam ingatanku. Kau yang dulu begitu hidup dan memberi warna dalam hidupku. Tebarkan aura kasih sayang serta penuh cinta. Selalu ada nuansa-nuansa kemesraan yang tersulam. Tapi…tapi kini semuanya bungkam,bahkan buram. Apakah aku telah membuatmu kecewa atau terluka? Itu tak pernah aku tahu…Apakah kau sengaja pergi tuk meninggalkanku?.... 
Ha….andai saja saat ini aku ditemani segelas kopi dan rokok class mild,pasti jadinya tambah seru.” Gurauku dalam hati sembari merenggangkan badan.    
Malam minggu aku hanya tinggal di dalam kamar. Ditemani mimpi-mimpi dan sekelumit khayalan yang terus membawaku terbang melintasi bumi dengan jarak ribuan mil. Sembari mengutak atik tombo-tombol kecil yang tersusun rapi di keyboard note bookku. Aku tak tahu entah telah sampai di mana petualanganku. Di dinding kamarku terpampang dengan jelas fotomu dengan ukuran mini yang sengaja kubalut dengan bingkai warna hitam kecoklatan agar terlihat kontras dengan bagroundnya. Kau terlihat begitu anggun dengan kesderhaanmu. Masih jelas tergambar di wajahmu kenangan-kenagan saat dirimu masih bersamaku. Tersenyum kau balut keanggunan wajahmu. Aku nyaris tersenyum sendiri saat kutatapi gambarmu.    
Kemarin-kemarin saat kita masih bersama,kau sering bercerita tentang menara Eiffel. Menara Eiffel dan,Paris..! Ya bangunan megah yang menjulang tinggi,selalu menjadi buah bibir orang serta kota yang selalu jadi idaman orang-orang. Tak ada seorang pun yang mampu menepis rasa kekagumannya pada salah satu buah karya anak manusia ini. Engkau ingin pergi kesana untuk sekedar menyaksikan langsung serta menyentuhnya. Serta merasakan aroma kota Paris. Aku tak pernah lupa kenangan-kenangan itu. Ha….kau memang gadis yang unik yang pernah kutemukan. Mana mungkin orang seperti kita ini dapat pergi ke Paris. Aku pernah perkata seperti itu. Tapi kau tetap bertahan dengan mimpimu.    
Telah lama kau menghilang dari pandanganku,kabar berita pun tak kau kirimkan untukku. Kau pergi jauh di sebrang sana,di kota metropolitan Jakarta. Tinggalkan kenangan dan masa lalu. Kau tinggal aku yang sendiri menyepi,menepi dari duniamu. Kau tinggalkan kenangan dan masa lalu bersama aku yang mengharap.       
Tak pernahkah kau merasa atau sekedar tahu bahwa aku yang di sini selalu menanti dan menanti serta berharap di suatu saat nanti kau kan kembali lagi di sisiku bersama cerita masa lalu kita.       
Oh Tuhan….dengarkanlah bisikan hati ini,ketuklah pintu hatinya hanya sekedar untuk mengingatku. Angin malam tolong sampaikan kabar beritaku kepadanya bahwa aku tetap menantinya hingga waktu ini pupus.”    
Aku terseret kedalam masa laluku. Bayang-bayangmu terus berkelabat dalam fikiranku. Semenjak kepergianmu,hidupku berubah. Sudah hampir dua minggu aku tak pernah keluar,meskipun sekedar jalan-jalan. Tempat biasa yang sering kita kunjungi sekedar merasakan indahnya suasana,kini tak pernah lagi kudatangi. Terlalu indah kenagan-kenagan yang tinggal bersamaku hingga aku tak sanggup bersama serpihan-serpihan itu. Bathin itu ingin menjerit memanggilmu sekedar menepis rasa sesak yang bersemayam dalam bathin ini bersama rindu yang berkepanjangan.    
Tahukah dirimu bahwa bingkai fotomu kini mulai berdebu. Gambarmu mulai terlihat usang. Terlalu lama dia menantimu,hingga waktupun serasa ingin menangis atas perlakuanmu.     
Masih adakah rasa di hatimu untukku? Masih adakah kenangan-kenangan itu,yang pernah kau cipta di hari yang telah lalu? Ataukah kini tinggal aku yang berharap dengan pengakuanku atas rasa ini? Terlalu banyak yang ingin kutanyakan atas kekaburan kejelasan yang kunanti.     
Aku yang di sini masih tetap menanti dalam pengharapan yang tak pasti atas keraguan yang mulai mengusikku. Jangan biarkan aku tenggelam dalam rasa cinta ini,bila akhirnya kau biarkan aku terhanyut oleh arus penyesalan yang berkepanjangan.  
Aku menanti jawaban darimu bersama bingkai yang berdebu serta gambarmu yang mulai usang… .(minggu, 30 April ‘08-kala kenangan memberi harap).    
Aku menatap lekat-lekat deretan kata-kata di layar monitor note bookku yang baru saja kutulis. Memang kalimat itu sengaja kuuntai hanya sekedar melepaskan kepenatan yang bersarang dalam kepalaku. Sebentar-sebentar kutatapi gambarnya yang kusave di my foto,hendak ku editing. Akhirnya tulisanku pun rampung…

Dunia Tak Bisa Membeliku

Sekarang kita telah berada dalam lingkaran abad ke 21.Sekarang adalah zaman era globalisasi. Di zaman modern perubahan itu tampak jelas di mana-mana. Kita dapat dengan mudah menyaksikan perubahan itu,salah satu bukti yang nyata dan memiliki nilai positif serta kita menikmatinya adalah adanya perkembangan atau kemajuan dalam bidang IPTEK dan masih banyak lagi.” Kata seorang guru SMA di salah satu sekolah ternama di Makassar pada saat ia mengajar. Murid-muridnya terlihat begitu antusias menyimak apa yang baru saja di katakannya. 
 
Makassar adalah sebuah kota yang berada di provinsi Sulawesi Selatan. Kota yang saat ini mulai berkembang baik dari segi pendidikan,pertanian maupun perindustrian. Banyak kebudayaan yang berdomisili di kota ini. Namun meskipun demikian Makassar memiliki kebudayaan tersendiri. Banyak adat yang menggugah hati para pendatang yang bermukim di Makassar. Makassar dikenal juga dengan kota religius,disebabkan karena dahulu Makassar menjadi pusat perdagangan sehingga di situlah awal penyebaran agama islam di Sulawesi. Sehingga agama dan budaya itu melekat dalam jiwa-jiwa masyarakatnya hingga saat ini. Budaya Makassar,China,jawa serta yang lainnya menyatu melebur dalam keseragaman yang menciptakan warna yang utuh. 
 
Andi Ahmad Sofyan adalah salah satu siswa di sekolah itu. Ia juga salah satu murid kelas III jurusan IPA yang boleh dikatakan cukup pandai di antara teman-temannya. Setiap guru yang mengajar di kelasnya selalu mengacungkan jempol atas apa yang dimilikinya. Setiap mata pelajaran dapat dengan mudah dipahaminya. Sehingga ia sering diutus untuk mengikuti olimpiade tinggkat SMA se-Sulawesi Selatan. Seperti olimpiade untuk mata pelajaran fisika,biologi dan yang lainnya.

Tak banyak yang berbeda dari dirinya dengan teman-temannya. Ia adalah seorang anak laki-laki yang normal dengan kepribadian yang dimilikinya. Di dalam kehidupan keluarga,ia adalah anak ke dua dari tiga bersaudara. Anak yang taat kepada kedua orang tuanya. Tak lupa pula taat kepada Allah SWT sang memilik dan pemelihara segala apa yang ada di bumi dan di langit. 
 
Sekitar pukul 06.00 wita hari senin,cuaca di kota Makassar terlihat cerah. Pagi itu Ahmad kembali melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak yang menuntut ilmu di salah satu lembaga pendidikan formal,yaitu sekolah. Pagi itu seperti biasanya Ahmad kembali pergi ke sekolah dengan menggunakan kendaraan umum roda empat yang biasa orang Makassar katakan pete-pete
 
Di dalam kendaraan itu ternyata ada teman satu kelasnya yang juga hendak ke sekolah. Rendy Oktavianus itulah nama temannya yang kini bersamanya. Ada juga Ririn,Nindi serta Tofan. Mereka memiliki perbedaan dalam hal kepercayaan. Rendy berketurunan China,dia beragama Kristen protestan begitupun Tofan yang berasal dari Menado hanya saja dia Kristen katolik, Ririn beragama Kong Hu Chu karena dia berasal dari Tionghoa,kemudian Nindi beragama Budha,sementara Ahmad beragama Islam yang mana semenjak kecil mereka telah anut mengikuti jejak leluhur. Namun dalam hal bersosial dan bersosialisasi tak ada alasan untuk itu. Berbedaan itu mereka rangkul dalam kehidupan mereka. Agama dan keyakinan mereka tak harus menjadi alasan yang utama untuk menjadi masyarkat yang damai. Sebagaimana yang terpatri dalam dada burung garuda Bineka Tunggal Ika.

Eh…Rendy…tumben kita bisa naik satu mobil” Sapanya.
Ya…bisa aja,tpi aku memang tidak merencanakan akan hal ini. Mungkin bertepatan aja” Ujar Rendy.
Hehehehehe….” Mereka berduapun tertawa.
Oya…gimana dengan tugas Bahasa Inggrismu Mad?” Tanya Rendy..
Ya…Alhamdulillah semuanya uda rampung tinggal di kumpul ma Ibu Firda..!” Jawabnya.
Ooo…aku juga uda selesai. Kalau gitu ntar ngumpulnya sama-sama ya..?” Sambungnya.
Iya...!”

Mereka berdua asyik ngobrol dengan wajah-wajah yang ceria pula. Tapi Ririn,Nindi serta Tofan mereka hanya diam dan senyam senyum. Tak terlihat perbedaan yang menyelinap di dalam hati di antara mereka. Itu terlihat di garis wajah mereka,yang ada hanyalah keceriaan atas kebersamaan. Belum lagi si Tofan yang super humor yang sering buat segalanya menjadi perfect. Tak lama kemudian terdengar lagi suara Rendy yang memetintahkan Pak sopir untuk menghentikan mobilnya karena ternyata mereka telah sampai di sekolah mereka. Tapi kali ini ada yang aneh dengan suaranya. Karena semua penumpang yang berada didalam mobil itu menatap ke arah mereka,karena nada suara Rendy yang kencang alias suara 45. 
 
Stop…stop..stop Pak..!”
Ren..! SemangatNa..” Ujar Ahmad dengan logat Makassarnya sambil tersenyum. Agak sedikit malu juga.

Hari itu diadakan sebuah diskusi yang bersifat individu di dalam kelas mereka dengan tema Kehidupan Religi dalam Berbudaya. Semuanya ikut senang dengan kegiatan itu,ruang kelas menjadi tenang disaat Guru mereka menjelaskan beberapa hal yang menjadi aturan dalam kegiatan diskusi tersebut. Kemudian tak berapa lama Guru mereka mempersilahkan dari salah seorang teman mereka maju ke depan kelas untuk menjadi moderator, yang mana untuk memimpin jalannya kegiatan diskusi. Mulailah moderator membuka kegiatan diskusi dengan mengucap salam,dan dibalas serempak oleh teman-temannya.

Assalamu Alaukum Warahmatullohi Wabarakatu. Teman-teman pada kesempatan kali ini kita akan mengadakan kegiatan diskusi yang sifatnya individual dengan tema Kehidupan Religi dalam Berbudaya. Maka dengan mengaucapkan Bismillah Hirrahmannirrahim kegiatan diskusi ini saya nyatakan dimulai”
Tak lama kemudian seorang dari teman mereka mengangkat tangan dan mengajukan suatu pertannyaan.

Bagaimana menurut tanggapan teman-teman mengenai budaya barat yang telah masuk ke dalam budaya kita yaitu budaya timur terutama khususnya di Makassar. Yang mana kita ketahui bersama bahwa Makassar adalah kota yang penduduknya menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan agama? Terimakasih..”

Begini! Menurut hemat saya,kita itu tidak dapat bahkan mampu menghalangi ataupun menepis masuknya budaya barat di Makassar. Karena disebabkan beberapa factor,diantaranya adanya perkembangan dan kemajuan di bidang IPTEK,itu adalah salah satu factor utama pendukung masuknya budaya luar ke budaya kita,budaya timur. Saya yakin teman-teman masih mengingat perkataan Pak Sulaeman pada pertemuan dua minggu yang lalu. Kita memang tahu bersama bahwasanya Makassar adalah sebuah kota yang mulai berkembang dan yang mana penduduknya menjunjung tinggi nilai-nilai social dan agama. Tapi…tapi kita harus ingat akan satu hal,sebagaimanapun usaha kita dan pemerintah itu pada akhirnya akan kembali kepada pribadi masing-masing. Bagaimana kita itu tetap menjaga kepribadian kita sebagai insan mahkluk ciptaan Tuhan dan juga sebagi masyarakat Makassar yang menjunjung tinggi nilai-nilai social dan agama. Terimaksih..!” Ucap salah seorang teman mereka dengan panjang lebar yang berada di bagian belakang.

Ruang kelas kembali tenang. Hanya terdengar suara bisik-bisikan yang tak jelas apa yang mereka perbincangkan. Ahmad begitu antusias menyimak apa yang dipaparkan oleh temannya. Tapi tak berapa lama berdiri lagi salah seorang dari mereka yang berada di bagian pojok ruangan sambil mengangkat tangannya,dengan maksud menambahkan apa yang baru saja dipaparkan oleh temannya. Moderatorpun mempersilahkannya.

Maaf saya hanya ingin menambahkan saja dari apa yang telah dipaparkan oleh teman kita. Jadi begini,memang apa yang dikatakan Didi tadi benar.Toh kenyataanya memang budaya kebarat-baratan itu telah merambat masuk ke budaya timur terutama di Makassar yang mana tempat kita hidup. Dan itu akan berdampak negative apabila kita tak mampu membendung diri kita. Kenyataan lainnya yang lebih parah lagi telah banyak orang-orang dari kita yang mengadopsi budaya luar tersebut. Mereka seakan-akan telah lupa dengan pribadi yang seharusnya mereka junjung.” Ujarnya.

Mereka tak merasa sedih ataupun rugi dengan apa yang mereka anut. Kaum Hawa telah menjelma menjadi laki-laki dan begitu pula sebaliknya,kaum Adam menjelma menjadi wanita. Baik itu dari segi penampilan maupun kepribadian. Itu hanyalah sebagian kecil dari fenomena yang bisa kita cicipi. Jadi apakah kita masih tetap punya impian ingin seperti mereka? Terimaksih.” Sambungnya lagi. 
 
Ahmad yang berada paling depan,yang sedari tadi menyimak beberapa asumsi yang telah dipaparkan oleh teman-temanya mulai merasa dirinya seakan terpanggil untuk berbicara. Iapun memberanikan diri untuk mengangkat tangan dan memberi tanggapan atas asumsi teman-temannya.

Begini teman-teman,saya sepakat dengan apa yang telah teman-teman paparkan tapi ada satu hal yang perlu kita ketahui.yaitu meskipun kenyataanya seperti itu, bukan berarti kita itu harus termakan oleh retorika dunia. Kita masih punya banyak hal yang dapat kita pertahankan,bahkan itu semua harus dijaga. Budaya yang kita miliki harus tetap bersih jangan sampai luntur. Seandainya kita tak mampu lagi mengembalikan apa yang telah ternodai,maka jagalah apa yang belum ternodai. Terutama diri kita sendiri,kita harus tetap eksis dengan komitmen kita. Kalau kita tahu dan sadar, dunia pasti tak bisa membeli kita. Saya teringat dengan satu kalimat “Mereka tuli,bisu dan buta,sehingga tidak dapat kembali Q.S. al-Baqarah 2:17”. Ujarnya dengan mimik coba meyakinkan teman-temannya.

Semuanya terlihat diam sambil memandangi Ahmad yang baru saja duduk di kursinya. Tiba-tiba saya suara moderator kembali terdengar. Dengan maksud menutup kegiatan diskusi pada hari itu karena waktu yang disediakan telah habis.
Dengan berakhirnya kata yang diucapkan oleh Andi Ahmad Sofyan,maka dengan itu saya menutup kegiatan diskusi ini dan akan dilanjutkan pada kesempatan lain. Terimaksih kepada teman-teman yang telah berpartisipasi dalam kegiatan diskusi ini. Akhir kata Assalamualaikum Warahmatollahi Wabarakatu.” 
 
Semuanya kembali bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing. Karena mata pelajaran yang mereka diskusikan adalah mata pelajaran yang terakhir. Terlihat wajah-wajah yang ceria di sana. Semuanya bergerak perlahan seakan tak memiliki beban. Bagaikan kapas yang beterbangan diterpa angin. Perbedaan yang membentangi mereka seakan tak menjadi sekat untuk tetap menjadikan mereka sekumpulan masyarakat kecil di suatu lembaga pendidikan formal. Baik di dalam kehidupan sehari-hari mereka maupun di sekolah tetap saja ada canda dan tawa serta sunggingan bibir bila mereka bertemu. Begitupun dengan teman-teman mereka yang lain. Jiwa garuda begitu kental dan hidup di dalam sanubari mereka…

Terkenang Penuntun Ummat


Keteguhan iman bersemayam dalam bathin
Melakon seperti apa yang disyariatkan Agama
Taat dan patuh hanya kepada-Nya
Sang Khalik pemilik dan pemelihara cinta

Berharap kau abadi di sampingku
Bersama dalam mengarungi bahtera kehidupan
Bersikap dan bertutur ala sang penuntun ummat
Karena dia adalah kekasih Allah

Tak sempat kau sakiti hati ini
Tak pernah kumenangis karena perihnya
Cinta dan kasihmu selalu membaluti bathin ini
Bersujud aku dihadapan-Nya atas ciptaan-Nya
Engkau imamku penuntun jalanku

Tersurat dalam pedoman hidup
Bahwa sepertimu Kalifah terkasih
Tersirat dalam hati nurani
Bahwa engkau adalah lelaki pilihan
Aku selalu merindukanmu…

Aku terkenang penuntun ummat
Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam

Mengapa Aku Yang Terpilih


Berkabut tak menentu arah tujuan
Berharap angin terbangkan cerah
Mendungpun berkelabat menutup mata
Tinggal mimpi yang mengajakku tersenyum

Berlayar aku tak sanggup lagi mendayuh
Berlabuh aku tak sanggup lagi menepi
Biarlah arus membawaku ke sudut bumi
Hingga tak mampu lagi aku kembali

Dilemah aku berharap lama
Sebab yang kuharap hanya khayalan
Mencipta mimpi-mimpi dibuai angan
Akhirnya aku menyepi di balik tebing-tebing

Haruskah kutenggelam di laut merah
Hanya sekedar cicipi asinnya garam
Ataukah rasakan perih luka tersayat
Hanya karena ingin tahu merahnya darah

Pengorbanan yang tak berujung pasti
Hanya hadirkan kepastian yang membayang
Sakitpun tetap kuderita berkesinambungan
Hingga mungkin nafas ini terhenti…

Dalam pasrah yang tak rela
Aku bertanya mengapa harus aku yang terpilih
Hanya untuk merasakan siksa pasungmu
Diatas jeritan tangis deritaku
Andai kau tahu….

Diantara Pilihan

Haruskah aku memilih yang lain
Diantara berjuta warna yang menghias
Tapi….terbaikkah yang kupilih nantinya
Satu dua dan tiga semuanya sama saja
Punya warna yang berbeda
Tak mungkin dia yang terbaik diantaranya
Hanya ketulusan yang mampu memilih
Karena rasa punya dimensi
Biarlah semuanya melakon bagai drama
Aku hanyalah perantara yang tak abadi
Hidup dalam kisah yang tertulis
Disetiap bait dan paragraf telah ditentukan tema
Tak mampu aku mencipta kalimat baru
Biar susah sungguh aku melakon
Debar gemuruh komentar tak kugubris
Karena yang terpilih adalah warnaku
Iklaskan segala apa tercipta
Bukan aku tak peduli atas akhirnya nanti
Tapi biarlah pilihan menentukan
Karena yang baik belum tentu yang indah
Yang indah belum tentu juga yang terbaik

Karena Dia Imamku

Mengapa janji kau ikrarkan
Jika hanya menjadi pemanis bibir
Sumpah pula kau lafazdkan
Kalau semuanya hanya duri yang melilit

Bahagia kau kabulkan janji
Namun itu hanya penuntun niatmu
Terlalu mudah kau taklukkan hasrat
Atau mungkin aku yang rapuh

Terkoyak hati nurani memendam rasa
Bahagia kau tawarkan lagi
Berpaling aku menjerit
Mengingat kau yang berkiblat

Kapan Ka’bah berdiri tegak
Hingga sanggup menahan gejolak angin
Kapan sujudku khusuh mengimani
Melakon sebagai tanggung jawab

Terlalu sungguh kau nista
Hati nuranipun kau pasung membungkam
Sekutu bagimu setan berjubah
Namun diri-Nya tak sanggup kau lawan

Tertawalah menanti waktunya
Semoga malaikat menuntunmu

Dahaga Cinta

Terkasih indah saat bercinta
Cerita indah disetiap penggalan peristiwa
Hadirkan hamparan harapan seakan nyata
Sesak jiwa menyongsong bahagia

Sentuhan jiwa melambungkan angan
Terbang bersama serpihan luka
Hanyutkan gelisah mendahaga rindu
Ingin berucap rasanya malu

Tentukanlah jawaban di antara pilihan-pilihan
Hingga temukan akhir dari permulaan
Jangan mengambang di antara dahaga
Rindu yang tercipta hanya penantian panjang

Sunggingan bibir tinggal bayangan
Serpihan kasih tinggal khayalan
Tinggal kenangan yang jadi sandaran
Indahnya kisah semuanya hanya tipuan

Senyum manis menjelma tangisan pilu
Menahan perih luka tersayat
Berlaripun tak sanggup melangkah
Menantipun terpasung

Waktu Pun Menangis


Dinginya salju masih kurasakan
Siulan angin masih dapat kupastikan
Gambarmu masih jelas kutatap
Namun petikan suaramu telah redup

Pesonamu terlanjur membawaku dalam mimpi
Hingga tak mampu lagi kukembali
Kini kau telah sepi
Tinggal aku yang sendiri menepi

Aku tak pernah tau kau dimana
Andai angin malam dapat berkata
Pasti dia kan bercerita tentangku
Tentang aku yang merindumu

Aku selalu menantimu
Kan kunanti engkau yang di sana
Hingga waktupun menangis
Hingga hariku pun pupus

Bukit Kecil Berbunga


Tersenyum kau kepadaku disaat itu
Belum sirna jua cerita tentang kita
Hari pernah berkisah tentang kau dan aku
Di antara mekar dan harum bunga-bunga

Kini kusaksikan jelas namamu disini
Tertulis indah dalam ukiran jepara
Tegak bersimbol dirimu yang tertidur kini
Dengannya bukit kecil berbunga

Jalan masih tetap sepi menanti
Aroma tak lagi menyengatku
Kau tinggal sebuah nama dan puisi
Alurpun tak dapat kuterima untukmu

Selamat jalan engkau yang diam
Tidurlah dalam damai menemani
Biar hari menemaniku hingga malam
Tetap kuurai cerita yang mendiami hati

Kau selau hidup dikekinian
Meskipun harus demikian…

Di Ujung Jembatan


Ketika kupergi senja itu menjadi saksi yang bisu
Kau menangis dipelukanku
Aku mengerti akan perasaanmu
Rasanya kau tak ingin berpisah denganku

Bayu menerpa helai-helai rambutmu
Kau peluk aku dengan erat, namun apalah dayaku
Kulakun ini semua atas nama cinta
Kutak ingin melihat kau menderita

Biarlah semuanya berakhir disini
Biarlah semua ini kubawa pergi
Biarlah cerita ini kusimpan di hati ini
Kita hanya sampai di ujung jembatan ini

Izinkanlah aku pergi dari duniamu
Biarlah lambaian dan tangismu
Menjadi akhir dari kebersamaan kita
Janganlah aku kau nanti tuk bersama

Aku Seorang Asmar


Pernahkah kau dengar tentangku
Yang hidup di ujung pulau
Tersenyum, menangis dengan duniaku
Tahukah kau tentang itu

Mungkin kau kan bertanya
Siapakah gerangan dirinya
Yang selalu berharap darinya
Mungkin juga mereka

Aku bukanlah Hairil Anwar
Yang hidup dengan berjuta cerita
Aku hanyalah seorang Asmar
Yang hidup dengan terlunta

Mengharap akan sapaanmu
Mengiba dengan tangisku
Akan sunggingan bibirmu
Dalam balutan kelembutanmu

Sadarkah kau, dikala senja
Aku selalu memuja
Hingga sinarku redup
Kau kan tetap hidup

Serpihan Hati


September kelabu 2007
Air mata bagi pecinta yang terabaikan
Khasatria sebelum cahaya
Kudalami kisahku dengan air mata
Kurenungi kisah kita dengan tangis sendu
Hati ini terlalu sakit karena cintamu

Serpihan demi serpihan luka kurasa
Kepingan demi kepingan tentang kita kuingat
Semakin kukenang semakin hancur hati ini
Tapi mengapa,sampai sekarang aku masih bisa mencintaimu

Bilur-bilur luka meleleh
Harapan cinta mengental
Mencoba menbedaki tangis
Dan menghapus air mata di pipi
Mengapa,luka ini membuatku makin cinta
Kapankah air mata ini menjadi air mata yang bening
Dan tak keruh
Kapankah derai tangisku terhenti
Menjadi setetes dan terakhir
Seharusnya kutak perlu tangisi
Harusnya aku kuat
Harusnya tak perlu kupertaruhkan air mata ini
Hanya demi satu kenangan dan masa yang telah pergi
Tapi mengapa….mengapa sampai sekarang aku tak bisa melupakannya
Mengapa terus jatuh dan menumpah air mata yang perihkan hati ini

Hatiku kini menjadi perasa
Air mata ini jatuh
Jatuh untuk cinta yang telah mengabaikanku
Mataku yang menjadi saksi
Bagaimana air mataku jatuh untuknya

Air mataku terus jatuh
Terlalu banyak dan berderai
Terlalu lama menetes dan menumpah
Aku sendiri bersama keluh kesahku
Yang tenggelam oleh suara tangisku
Bersama serpihan hati yang akan kubawa
Sampai……aku…….mati

Cahaya Bulan


Akhirnya semua akan tiba pada sebuah hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku minim susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

Kabut tipis pun pelan-pelan turun di lembah kasih
Lembah mandala wangi
Kau dan aku tegak berdiiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap kau dekap lagi lebih mesra,lebih dekat
Apakah kau masih berkata,ku dengar detak jantungku

Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta

Cerita Cintaku

Tersenyumlah saat kau mengingatku
Karna saat itu akan sangat merindukanmu
Dan menangislah saat kau merindukanku
Karena saat itu aku tak berada di sampingmu
Tetapi….pejamkanlah mata indahmu itu
Karena saat itu aku akan terasa ada di dekatmu
Karena aku telah berada di ahtimu untuk selamanya

Tak ada yang tersisa lagi untukku
Selain kenangan-kenangan indah bersamamu
Mata indah yang dulu dengannya aku biasa melihat keindahan cinta
Mata indah yang dulu adalah milikku
Kini semuanya teasa jauh meninggalkanku
Kehidupan terasa kosong tanpa keindahanmu
Hati….cinta…dan rinduku adalah milikmu

Cintamu takkan pernah membebaskanku
Bagaimana mungkin aku terbang mencari cinta yang lain
Saat sayap-sayapku telah patah karenamu
Cintamu akan tetap tinggal bersamaku
Hingga akhir hayatku dan setelah kematian
Hingga tangan Tuhan akan menyatukan kita lagi

Betapapun hati telah terpikat pada sosok terang dalam kegelapan
Yang tengah menghidupkan sinar redupku
Namun tak dapat menyinari dan menghangatkan perasaanku yang sesungguhnya

Aku tidak akan pernah menemukan cinta selain cintamu
Karena mereka tak tertandingi oleh sosok dirrimu dalam jiwaku
Kau takkan pernah terganti
Bagai pecahan logam menanggalkan kensunyian,kesendirian dan kesedihanku
Kini telah kehilanganmu


KumpulBlogger

Template by:

Free Blog Templates